Kantor Pertamaku
Inilah kantor saya yang pertama di Jakarta. Letaknya di jalan Gatot Subroto. Dulu, sebelum pindah ke Jakarta, saya ingin sekali bekerja di jalan Sudirman, Thamrin atau Kuningan. Tapi rejeki membawa saya bekerja di jalan Gatot Subroto. Gak apalah, masih 'memper', gak jauh-jauh amat dari segitiga emas Jakarta kala itu.
Kerja di Gedung Kanindo (sekarang disebut Plaza BIP) hanya sempat 4 bulan saja. Selanjutnya kantor saya pindah alamat ke Lippo Karawaci, Tangerang. Nama gedungnya Menara Asia. Tetapi, kenangan bekerja di Gedung Kanindo itu masih melekat di pikiran saya. Mungkin karena waktu itu adalah saat-saat berkesan karena saya sebagai warga baru ibukota.
Pertama, saya salah naik bis. Pendatang baru dan pegawai baru, naik bis Patas 6 dari Cawang ke arah Grogol, tapi turun di Komdak. Suatu pagi, hari ke 3 masuk kerja, Patas 6 gak kunjung datang. Kalaupun satu dua kali datang, penuhnya ampun-ampunan. Yang saya tau, Patas 6 punya saudara yaitu Patas 6A ke Muara Karang dan Patas 6B ke Kali Deres.
Karena Patas 6 gak datang juga, saya melompat ke Patas 6A. Pada bagian atas bus ditulis kata "KODAK", yang artinya dia akan berhenti di Komdak, sama seperti Patas 6 yang biasa saya tumpangi. Eh ternyata saya keliru. Bis masuk tol dan keluar-keluar sudah di Tomang (Taman Anggrek sekarang). Dengan cemas saya turun, lalu nyebrang jembatan, nyambung bus lagi arah Cawang. Waktu habis di jalan dan wajah pucat pasi. Resah dan gelisah. Anak baru kok terlambat. Sesampai di kantor, rupanya boss saya tidak ada di tempat. Dan saya lega, walau diledek oleh teman-teman. Bloon, katanya. Biarin!
Kantor saya itu tidak jauh dari bioskop mentereng, Hollywood KC. Suatu hari, di bioskop yang sempat jadi kebanggan Jakarta itu diputar film True Lies, yang dibintangi Arnold Swarchzenegger. Film itu akan ditarik turun, karena menyinggung agama. Rasa penasaran menyebabkan saya ingin sekali melangkahkan kaki, menonton film itu. Pada hari terakhirnya, film itu main jam 5 sore. Sedangkan jam pulang kantor juga jam 5. Artinya, kalau saya mau nonton, saya harus keluar kantor setengah jam lebih awal. Nekad, demi sebuah film yang lagi dibicarakan publik. Takut juga ada karena saya anak baru. Setelah clingak clinguk bentar, saya liat boss gak ada di ruangannya. Ok, aman, pikir saya. Dari lantai 5, saya turun ke lobby pakai lift. Aman, gak ada yang tau. Sampai di lobby, lift terbuka. Boss saya ada di depan lift,mau masuk. Saya pucat. "Mari pak," ujar saya gemetaran. Si boss cuma tersenyum, masuk lift sambil melihat jam tangan. Dan saya tidak melihat lagi ke belakang. Hollywood KC, I am comiinngggggg.....!!!!!
Kenangan lain di kantor pertama itu adalah tentang teman-teman baru saya. Teman-teman yang baik dan menyenangkan. Salah seorang diantaranya, sebut saja Butet. Wanita Batak bersuami orang Jawa yang kalau di kantor suka lepasin sepatu dan nyeker kemana-mana. Rekan yang lain, bilang saja namanya Ujang, pria Sunda pendiam, tapi suka iseng. Suatu sore, Ujang ngumpetin sepatunya Butet, lalu Ujang pulang. Ketika Butet sudah dijemput suaminya, tentu saja Butet mencari-cari sepatunya, yang cuma ada sebelah saja, yang kiri. Butet gak tega suaminya menunggu lama. Sendal jepit teman yang lain dipinjam dan dipakai untuk pulang. "Besok gua bawa lagi," ujar Butet.
Keesokan harinya, susana kantor sedang tegang. Bisu, sangat kaku. Rupanya, Butet marah besar karena Ujang mengaku sepatu Butet "diumpetin" di tempat sampah yang sudah dibuang ke tempat sampah besar oleh Office Boy. Tempat sampah besarpun sudah dibawa oleh truk sampah, entah kemana. Sepatu Butet sebelah kanan lenyap. Ujang diam saja. Butet merepet. Mereka musuhan berminggu-minggu.
Rekan saya yang lain, orang Betawi. Badannya besar. Duduknya di pojok. Kalau dia tidak bersuara, maka tidak ada yang tau kalau dia ada di mejanya. Sebut saja Nando, namanya. Suatu sore, Nando harus lembur. Dia harus duduk di depan komputer di mejanya, karena report harus selesai besok pagi. Jam 7an malam, Satpam mulai keliling. Kontrol, sebelum mengunci pintu, mematikan lampu dan AC. Satpam tidak melihat ada Nando duduk di pojok. Nandopun tidak tau kalau Satpam sedang berkeliling. Nando mulai tersadar ketika lampu dipadamkan, AC sentralpun dimatikan. Alhasil, Nando terkurung di dalam. Tapi Nando tidak hilang akal. Dia memanjang loteng kantor, lalu merangkak di plafon. Persis seperti Tom Cruise di film Mission Impossible. Cuma, si Tom ramping langsing, sedangkan Nando beratnya 80an. Tapi Nando hebat. Dia berhasil keluar dengan selamat.