Monday, February 26, 2007

Bikin SIM

Anda punya SIM? Bikin sesuai prosedur atau nembak? Saya baru saja bikin hari Jumat yang lalu. SIM A dan nembak. Berikut ceritanya.

Jam 10 lewat sedikit saya sudah sampai di Polres dan clingak clinguk gak tau mau mulai dari mana. Sebetulnya, sejak sebelum berangkat, saya sudah berencana mau nembak saja. Mudah-mudahan tidak mahal. Tapi saya gak tau mau ketemu siapa. Dan tidak ada yang nawarin jasa. Beda banget dengan calo tiket di stasiun atau bandara.

Lalu saya beli koran dan iseng nanya sama tukang koran. Tukang koran menunjuk seorang anak muda yang ternyata adalah pegawai di loket asuransi, di dalam area pembuatan SIM itu. Oke deh, orang dalam akan bantuin saya. Lebih aman, pikir saya.

Bincang-bincang sebentar, lalu bicara harga. Cocok, 310 ribu rupiah dan saya hanya menunggu dipanggil, tanpa ada test sama sekali kecuali test tertulis. "Cuma nulis data saja, supaya nanti kalau mau perpanjang SIM akan lebih mudah," begitu kata si pemuda yang bernama Arif itu. Siip lah.... KTP saya dipinjam, lalu gak sampai 10 menit dikembalikan dan selanjutnya saya menunggu di loket untuk dipanggil.

Karena hari itu Jumat, maka jam 11 semua loket ditutup dan dibuka lagi setelah jam Jumatan, sekitar jam 1 siang. Ok, saya bisa Jumatan dulu di mesjid yang terletak di dalam Polres itu juga. Hujan besar, tetapi mesjid itu tetap ramai. Banyak anak sekolah dan tentu saja polisi-polisi yang bekerja di Polres itu. Selesai sholat Jumat, saya kembali ke loket dan nama saya dipanggil untuk mendapatkan formulir lalu dibawa ke ruang test tertulis.

Dalam ruangan test tertulis itu, saya dan sekitar 8 orang lainnya mendapat beberapa lembar kertas. Besar dan kecil. Kami dibantu untuk mengisi lembar demi lembar kertas itu. Lalu sampailah pada lembaran paling besar, yaitu lembaran test.

"Di sini Anda semua harus mengisi 30 buah soal. Anda harus menjawab benar paling tidak 18 soal. Kurang dari 18, Anda dinyatakan tidak lulus dan harus mengulang minggu depan. Kalau Minggu depan masih belum lulus, Anda harus kembali bulan depan. Kalau bulan depan masih belum lulus juga, kembali lagi 3 bulan. 3 bulan masih belum lulus, uang Anda dikembalikan," begitu kira-kira penjelas Bapak W (maaf, nama disamarkan) yang berwibawa dengan seragam polisinya itu.

Lalu beliau menjelaskan lagi, bahwa soal test terdapat lembaran soal yang dilaminting dan diperlihatkan kepada kami. Soal-soal itu berisi peraturan lalu lintas dan harus diketahui bagi siapa saja yang akan meneriuma SIM baik A maupun C.

Iseng, sambil mendengarkan wejangan dari Bapak W, saya bolak balik lembaran kertas yang saya pegang. Hah? Ibarat mendapat kado di hari valentine (halah!), saya tercengang dan tersenyum ketika melihat stempel pada lembaran paling belakang. Ada stempel yang menyatakan bahwa saya LULUS. Padahal lembar jawaban belum saya isi. Boro-boro ngisi, baca soalpun belum.

Rupanya, kekonyolan berlanjut. Lembaran soal yang dilaminating tidak dibagi. Bapak W dengan lantang menyuruh kita mengisi kolom jawaban sesuai dengan instruksi dia. Kira-kira begini : "Soal nomor satu, silang kotak paling atas. Soal nomor 2, silang kotak yang bawah. Soal nomor 3, silang atas, nomor 4 silang yang tengah, nomor 5 silang yang bawah.... dan seterusnya".

Konyolnya lagi, adalah "Soal nomor 24 sampai 30, silakan silang sendiri."

Jidat saya berkerut, alis mata bertemu di tengah, tapi bibir tersenyum geli. Dengan lincah tangan saya menyilang asal-asalan lembar jawaban itu.

Ujian (kalau boleh disebut demikian) selesai. Saya dan peserta lainnya diminta menunggu di depan ruang komputer untuk nanti dipanggil lagi, lalu difoto. Tidak sampai 10 menit, nama saya dipanggil lalu saya antri di ruang foto.

Foto selesai, termasuk juga cap jempol dan tanda tangan. Nunggu lagi, dan dipanggil lagi untuk penyerahan SIM. Selesai dan boleh pulang.

4 jam di Polres itu, dikurangi 1 jam untuk jumatan, saya hanya menemukan 4 orang yang melakukan ujian praktek. 3 orang ambil SIM C dan 1 orang ujian praktek pake mobil. Padahal, barangkali ada ratusan nama yang dipanggil untuk penyerahan SIM. Apakah nembak semua? Entah lah....

Jadi, kalau banyak pengemudi mobil yang amburadul, atau pengendara sepeda motor yang asal-asalan, ya harap maklum ya. Sabar-sabar saja.

Anda punya pengalaman lain dalam mengurus SIM? Cerita-cerita dong? :)

Monday, February 19, 2007

Rindu Serindu Rindunya

Tadi pagi, di jalan menuju ke kantor, saya membaca tulisan "salam cinta dalam angan". Entah siapa yang menulis dan entah apa maksudnya. Serba tidak jelas. Begitu rindukah si penulis kepada seseorang sehingga menitipkan salam cinta dalam angannya? Tapi, rindu itu apa sih?

Saya pernah, bahkan sering merasakan rindu terhadap seseorang. Pastinya orang-orang yang saya cintai. Bisa jadi Ibu saya, Ayah saya, kakak-kakak, adik, keponakan dan tentu saja kekasih hati saya.

Jika rindu itu tiba dan hinggap di hati, tentu ada upaya untuk melenyapkannya. Rindu harus dilenyapkan, diobati, dihilangkan, karena rindu itu merusak. Konon begitu. Upayanya antara lain telepon, kirim sms, kirim email, atau surat. Kadang tidak tuntas, tidak berhasil hilang dari hati. Rindu sering menempel kuat, layaknya power glue. Lengket dan bikin risih, menganggu. Kok bisa begitu ya?

Lalu saya berpikir, siapa yang saat ini saya rindukan dan belum bisa hilang dan lepas dari hati ini? Terlintas adalah adik Ibu saya yang terkecil, yang biasa saya sapa dengan Ndetek Eli. Ndetek adalah singkatan Mande Ketek, berasal dari bahasa Minangkabau yang artinya Tante Kecil atau Bu Lik dalam bahasa Jawa.

Saya terlahir dari Ayah dan Ibu yang bekerja, sehingga waktu kecil, Ndetek Eli inilah yang mengasuh, menjaga, mendampingi saya. Tentunya banyak sekali cerita dan jasa beliau dalam pembentukan karakter dan kepribadian saya. Mungkin, hobby menyanyi juga menular dari beliau yang senang bersenandung sambil memasak, menyuapkan kami (saya, adik saya dan anak beliau sendiri) atau kegiatan lainnya.

Kalau memang rindu, kenapa tidak datang saja bertemu beliau yang saat ini tinggal di Bekasi? Gak jauh khan? Telepon juga bisa. Sms juga gak susah khan?

Baru saya menyadari, rindu itu bukanlah sekedar perasaan ingin bertemu. Rindu itu adalah perasaan ingin menunjukkan rasa cinta. Jika tidak ada cinta, rindu juga tidak akan ada.

Ya... ya... ya....
Jaman muda dulu, ketika masih cinta-cintaan monyet (catt: sama orang lho, bukan sama monyet) saya dan cintaan saya sering mengumbar kata rindu atau kangen. Padahal beberapa jam sebelumnya juga ketemu. Tapi sekarang, karena sudah tidak cinta lagi, walau udah gak bertemu bertahun-tahun, saya gak kangen tuh. Gak ada rindu lagi buat dia, karena memang gak cinta lagi.

Ya... ya... ya....
Obat rindu bukanlah sekedar bertemu. Rindu akan terobati apabila kita bisa membuktikan dan menyakinkan seseorang bahwa kita mencintai dia.

Wednesday, February 14, 2007

Ngantuk

Hari ini ngantuuukkkk.... banget. Emang sih, kerjaan di kantor lagi rada slow. Tapi bukan berarti boleh tidur di jam kantor khan? Jam 3an tadi sempat sekejap lessss.... lalu buru-buru ambil wudhu menjelang sholat Ashar. Ternyata air sejuk nan suci itu masih belum bisa menghilangkan kantuk. Duh.... Kebetulan, hari ini saya kurang sehat dan saat makan siang tadi sempat kena hujan dikit.

Yen tak pikir-pikir, saya memang sulit menahan kantuk. Dulu, ketika masih SMA dan kuliah, sering kali kumpul dan begadang sama teman-teman di rumah salah seorang rekan. Kadang-kadang camping atau saat mempersiapkan suatu acara.Teman-teman pada begadang atau lek-lek an (istilah orang Semarang), ditemani rokok, kopi, kacang atau camilan lainnya. Saya memilih tidur. Lebih enak :)
Dibanding keluyuran, saya memilih untuk tetap tinggal di rumah. Sampai sekarang pun, kalau di rumah saya memilih tidur sampai capek hehehe.... Karena kebiasaan tidur inilah, ayah saya pernah bilang bahwa badan saya yang tinggi panjang ini meniru badan ular, yang sama-sama suka tidur lama.

Waktu baru-baru tinggal di Jakarta, saya sangat khawatir tertidur di atas kendaraan umum. Takut kebablasan sehingga tempat berhenti jadi kelewatan dan takut terjadi apa-apa pada saat tidur, misalnya copet. Tapi, semakin sering naik kendaraan umum, saya jadi terbiasa tidur sambil duduk. Bahkan, akhir-akhir ini, saya bisa tidur 10 menit setelah dapat tempat duduk. Kadang bis belum jalan pun, saya udah tertidur. Parah!
Sebenarnya, saya mau cerita lebih panjang lagi. Tapi ngantuk nggak ilang-ilang... Aku tak tidur dulu ya. ZzZZzzzz.....ZzzzZzzzZZZzzzz........